by Zunaidi Aidi Tuan-Tuan on Wednesday, 02 February 2011 at 01:49
Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.
Mengarang syair ini saya tidaklah jenuh.
Tuan-tuan yang membaca janganlah mengeluh.
Cukuplah saya seorang yang mengeluarkan peluh.
Dengan Bismillah awal diucap.
Supaya iman menjadi mantap.
Budaya syair gulungpun tidaklah lenyap.
Tanda adat budaya masihlah tetap.
Berharap rahnmat Allah.
Semoga madah ini membawa berkah.
Dengan berisi pesan dan petuah.
Syair gulungpun terbukalah sudah.
Kita lahir membawa tradisi.
Adat istiadatlah yang kita warisi.
Selalu terjaga walaupum sudah mati.
Itupun selagi masih ada yang peduli.
Lahir kita bersuku-suku.
Walau berbeda-beda tabi'at tetaplah satu.
Jangan mudah kita untuk diadu.
Susah senag kita saling membantu.
Sebagai tanda kita beradat.
Tak mudah kita salah dalam berbuat.
Di kampung halaman orang kita dituntut ta'at.
Adat Melayu patuh pada syari'at.
Adat orang kita jangan mengata.
Tak boleh walaupun hanya mencela.
Demikian itu sudah aturanya.
Demikianlah tabi'at manusia.
Alkisah anak negeri.
Tidak membedakan anak perempuan dan laki-laki.
Dalam syair gulung ini.
Hendak saya jadikan materi.
Lihat sudah anak negeri ini.
Menatap harapan mentari pagi.
Tak wajar jika mereka dipaksa berlari.
Mereka perlu untuk diajari.
Orang tua suka memberi nasehat.
Mengajari anaknya mengaji dan salat.
Anak lelaki tak hatam tidak disunat.
Tapi itu dulu dawaktu patuh adat istiadat.
Anak jangan dibuat telantar.
Membesarkanya mestilah sabar.
Orang tua dan anak janagan selalu bertengkar.
Salah sikit main tampar.
Buat anak terhegeh- hegih.
Tak peduli walupun badan letih.
Suami istripun saling menindih.
Tak wajar jika mendidik anak kurang rasa kasih.
Anak ayam hilang dicari ke sawah.
Masyarakat sekampung turut musyawarah.
Anaknya sampai tengah malam tak pulang kerumah.
Orang tuanya malah sibuk ibadah.
Duit hilang dicari-cari.
Anaknya menghilang malah tak peduli.
Anak masih remaja dapaksa bersuami.
Demi mengurangi beban ekonomi.
Hak- hak anak sudah hilang.
Dulu ada sekarang terbuang.
Sungguh itu nasib anak yang malang
Menanggung derita yang teramat panjang.
Jika jadi seorang ibu.
Jangan hanya sekedar memberi susu.
Berilah makanan yang bermutu.
Amati bagaimana mereka berprilaku.
Jika menjadi seorang bapak.
Jangan sikit-sikit minta tambah anak.
Anak banyak jangan dikasi makan dedak.
Memanggil anak jangan selalu berteriak.
Anak perempuan di sekolahkan tinggi.
Tak ketinggalan pula anak laki-laki.
Semua biaya diongkosi.
Balik kampung tau-tau sudah bersuami istri.
Anak perempuan suka di koskan.
Tinggal tempat keluarga katanya taknyaman.
Padahal itu hanya alasan.
Sepaya bebas silelaki menbawa jalan.
Anak perempuan harap dijag.
Hawatir lelaki banyak yang menggoda.
Becinta suka sama suka.
Pulang sudah berbadan dua.
Didiklah anak sejak dini.
Ajari anak sembahyang mengaji.
Buatlah anak supaya berbakti.
Supaya berguna untuk agama dan negeri.
Anak disekolahkan mahal-mahal.
Mengupah guru ngaji dengan asal-asal.
Sudahlah anaknya bebal dan nakal.
Tanda anak akan rusak moral.
Nilai pelajaran anak mau bagus-bagus.
Tapi anak sendiri tak mau diurus.
Menaghadap ujian mau anaknya lulus.
Tapi anak tidak diberi waktu kursus.
Anak naik kelas diberi hadiah.
Kemauanya dipenuhi sudah.
Anak hapal Qur'an hanya dianggap ibadah.
Tak tau mengaji orang tuapun sekarang tak resah.
Dengan orang tua anak suka melawan.
Sungguh itu sangat keterlaluan.
Perilakupun sudah macam setan.
Inilah tanda sebagai akhir zaman.
Banyak anak melanggar pantang.
Makan minumpun sudah sembarang.
Mainannyapun sudah di atas ranjang.
Lantaran sering melihat film telanjang.
Anak-anak sekarang cepat dewasa.
Umur sekolah dasarpun pandai memperkosa.
Itulah kesalahan orang tua.
Mendidik anak sambilan bekerja.
Ibu-ibu sibuk menonton tivi.
Anak-anaknya bermain ke sana ke sini.
Abang dan kakanya sudah sibuk urusan pribadi.
Bapaknya sibuk kerja mencari rezeki.
Membuat anak jangan semau-mau hati.
Walau tak ada larangan untuk sebanyak jari.
Patut dipikirkan masa depanya nanti.
Jangan nyamanya saja yang dipikiri.
Anak pertama jangan dibuat sebagai percobaan.
Anak kedua jangan dbuat asal-asalan.
Jadinya nanti tidak sesuai harapan.
Dibesarkan tidak malah hidup di jalanan.
Anak cacat jangan dikata.
Kepada Tuhan dia tidak meminta.
Itu tetap amanah Allah untuk dipelihara.
Layaknya manusia yang sempurna.
Anak perempuan malu pakai kerudung.
Katanya itu terlalu landung.
Sukanya pakaian ketat ujung ke ujung.
Seperti nangka yang disarung.
Anak lelaki malu paki kopiah.
Pakai sarungpun nunggu dimarah.
Katanya membuat gerah.
Sukanya celana botol yang kecil ke bawah.
Apa guna anak bercita-cita tinggi.
Tapi miskin budi pekerti.
Jadi pejabat nanti malah koropsi.
Orang tuanya renta di masukkan ke panti.
Biarlah jadi insan yang bermanfa'at.
Walaupun tak jadi kaum pejabat.
Asal dia patuh dengan syari'at.
Selamatlah orang tuanya dunia akhirat.
Jika punya anak pendiam.
Bukan karena ibunya salah mengidam.
Bukan pula dibuat karena waktu lampu madam.
Tapi karena bisu atau lingkungannya mencekam.
Banyak remaja menikah muda.
Padahal belum siap berumah tangga.
Itu banyak alasannya.
Dari hamil duluan atau sampai dipaksa orang tua.
Bagi yang punya adik.
Bantulah orang tuanya untuk mendidik.
Jangan kesal selalu dihardik.
Ajarilah ia perilaku yang baik.
Bila ada yang sekolah tinggi.
Selesinya kepada orang tualah kita berbakti.
Tapi jika sudah cepat bersuami istri.
Keluarganyalah yang lebih utama dinafkahi.
Besar sudah harapan orang tua.
Di sekolahkan kita mencapai cita-cita.
Tak menunutut ia balas jasa.
Tapi sepatutnyalah kita mengutamakan dia.
Jika orang tua yang sudah tiada.
Jangan lupa untuk berkirim do'a.
Dengan handai taulan selalu berkirim berita.
Jangan mereka tiada lalu dilupa.
Anak disuruh sembahyang.
Tapi orang tuanya malah magrib belum pulang.
Inilah keanehan zaman sekarang.
Orang tua malah yang banyak melanggar pantang.
Jika anak daranya dipinang.
Dipintalah semahal-mahalnya barang.
Nampak anak perempuan macam dilelang.
Itulah adat yang disalah gunakan orang.
Zaman dahulu beda dengan sekarang.
Dulu bila anak perempuan hendak dipinang.
Silelaki dtanyta tentang mengaji dan sembahyang.
Sekarang malah ditanya tentang pekerjaan dan uang.
Mudah-mudahan dengan syair ini.
Dapatlah kita sadar sejak dini.
Perihal tentang anak negeri.
Kehidupanya sudah banyak tak terurusi.
Hak-hak anak menghilang.
Entah tiada atau terbuang.
Sungguh anak negeri yang malang.
Besar susah hidupun tak dipandang.
Anak kecil jangan suka dikata-kata.
Orang tua yang renta boleh dicela.
Buruknya anak kecil tuanya bisa saja berjaya.
Buruknya orang yang renta tidak lagi membawa perubahan apa-apa.
Cukuplah sudah ini madah.
Saya buat dengan bersusah payah.
Bila tersinggung janganlah marah.
Ampun dan ma'af saya haturkan sudah.
Bila melihat anak meminta-minta.
Maksudnya anak kecil di jalanan sana.
Bila ada berilah seikhlasnya.
Mereka tak mengerti mengapa mesti ada di jalan raya.
Andai melihat orang tua mengemis.
Jangan kita langsung menangis.
Karena diwaktu mudanya digadaikanya habis.
Karena perencanaanya tidak strategis.
Jika melihat orang cacat menadah tangan.
Diberi boleh dikata jangan.
Cacatnya itu kehendak Tuhan.
Tapi dia meminta karena suruhan.
Demikian ini petuah.
Nasihat yang termuat di dalam madah.
Berharap rahmat kita kepada Allah.
Bersama-sama kita membaca Alhamdulillah.
Janganlah syair ini membuat jenuh.
Walaupun dengan susana yang sepi atau riuh.
Akhir kata saya tidaklah mengeluh.
Wassalam Mu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SYAIR GULUNG bukanlah hanya menjadi hiburan sesaat tanpa bekas, melainkan pada lirik-lirik baitnya banyaklah mengandung nilai-nilai pendidikan dan pesan moral atau estetika dalam kehidupan sosial, berbangasa dan juga beragama yang sangat menyentuh.